Blogger Jateng

Jika Istri Mandiri, Bahaya Bagi Suami!

Kata "mandiri" selalu positif maknanya. Mengandung pengertian, sebuah kondisi di mana seseorang tidak memiliki ketergantungan yang besar kepada orang lain. Dalam ranah sosial pun demikian, seseorang akan dihargai karena kemandiriannya.

Tapi tahukah anda, wahai para suami. Ada "kemandirian" yang justru merupakan bahaya yang tidak disadari para suami, kemandirian istri.

Sebuah tulisan di akun FB Gerai Ummi Humam berisi hal tersebut. Berikut ini selengkapnya.

Ada suami yang begitu bangga saat berbicara mapan, mandiri, berdiri kuat, kokoh lagi berdaya. Ia senang melihat istri yang memiliki penghasilan sendiri, sehingga tak lagi meminta uang belanja bulanan kepadanya.

Ia senang melihat istri bisa mengangkat galon, lalu memasangnya. Sang istri juga piawai mengganti tabung gas itu sendiri, memasak sambil memutar mesin cuci yang sedang berputar, sementara sesekali menyuapi balitanya yang sudah belajar makan. Bahkan ia bisa memanjat memperbaiki genteng bocor saat musim penghujan tiba.

Jika dulu, kemana-mana istri bisa diantar, maka sekarang tidak lagi. Ke pasar, mengantar anak di sekolah, ke tempat kajian, istri bisa jalan, bawa kendaraan sendiri.

Bagaimana menurutmu wahai para suami? Enak kah Kondisi demikian? Diminta kembali oleh istrimu lagi.

Maka waspadalah, ini bukan kondisi yang baik. Sejatinya rumah tangga dinamis karena ada saling bergantung antara suami istri. Ada banyak keadaan di mana istri sangat tergantung pada suami, dan itu sangat wajar. Itu membuat hubungan semakin mesra dan hangat. Sebab kita yang tak bisa jauh satu sama lain.

Maka, bahagialah saat istrimu meminta cepat-cepat pulang di sore hari karena gasnya habis, sementara nasi belum lagi matang.

Bahagialah saat istrimu minta tolong agar galon diangkat dan dipasangkan, ada anakmu yang kebelet minta minum.

Bahagialah saat istrimu meminta diantar ke kajian pekanan, karena ia ingin meraih surga bersamamu.

Bahagialah saat istrimu masih menadahkan meminta uang belanja. Meskipun sejatinya laki-laki adalah qawwam, tugasnya memberi nafkah, agar nanti istrimu patuh karena ke-qawwamanmu.

Bahagialah saat istrimu meminta bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, memintamu menemani anak-anak bermain, atau mungkin memintamu mengganti popok anak, atau menceboki kakak yang mampat di kamar mandi karena hajatnya telah selesai.

Bahagialah dengan segala permintaan istri, meski kau pikir hanya temeh saja. Itu berarti istrimu masih waras, ia masih bisa mengungkapkan maunya apa.

Muliakanlah istrimu, rapikanlah bila kau melihat ia tampak, percantiklah jika kau lihat dia belepotan, santunkan bila kau anggap ia ceplas-ceplos tanpa etika, luaskan pengetahuannya jika kau anggap ia kampungan.

Sebelum kau jauh-jauh memberi manfaat dan kebaikan pada orang lain, senang dulu istrimulah yang paling merasakan manfaatmu dan kebaikanmu ..

Seorang wanita yang secara mandiri tidak akan mengemis untuk diberi, tetapi seorang lelaki yang bertanggung jawab akan memberi yang didirikan tanpa izin .... (Se7 ...?)