Blogger Jateng

Kisah Abu Qirshafah, Mendidik Anak Melalui Jalur Langit


Ini kisah seorang soleh yang memaksimalkan tanggung jawabnya untuk mendidik anak, walau berjauhan. Ini kisah pendidikan terhadap keturunan yang senantiasa melibatkan dan menggantungkan semuanya kepada Allah sang penggenggam kehidupan. 

Ini kisah yang pernah diceritakan sahabat kami, akhi Muhammad Taufik NT, dan ukhtinews.com menayangkannya kembali.

Jarak bukanlah alasan orang tua untuk melalaikan tugas mendidik dan mengingatkan anak-anaknya, terlebih untuk urusan shalat mereka. Ketiadaan telepon, telegram apalagi gadget, tidak menghalangi sahabat Nabi untuk ‘berkomunikasi’ jarak jauh ‘hanya’ untuk mengingatkan mereka agar jangan lupa shalat.

Abu Qirshafah, Jandarah bin Khaisyanah al-Kinani r.a adalah seorang sahabat yang pernah Rasulullah pakaikan burnus (sejenis jubah bertutup kepala) kepadanya, orang-orang banyak yang datang meminta doa keberkahan kepadanya. Beliau memiliki putra yang bernama Qirshafah, saat putranya ini sedang berjihad di Romawi sedangkan beliau di Asqalan, jika masuk waktu sahur, beliau menyeru dengan suaranya yang nyaring:

يَا قِرْصَافَةُ الصَّلَاةُ

“Wahai Qirshafah, shalat”

Dengan idzin Allah, Qirshafah yang sedang di Romawi mendengar dan berkata:

لَبَّيْكَ يَا أَبَتَاهُ

“Aku sambut seruanmu wahai ayah”

Teman-teman anaknya berkata keheranan:

وَيْحَكَ لِمَنْ تُنَادِي ؟

“’Celaka engkau’, engkau menjawab siapa?”

Qirshafah menjawab:

لِأَبِي وَرَبِّ الْكَعْبَةِ يُوقِظُنِي لِلصَّلَاةِ

“Aku menyambut seruan bapakku dan Tuhannya Ka’bah yang telah membangunkanku untuk shalat.”

Orang tua kadang meremehkan hal-hal tidak langsung seperti ini. Mereka sibuk mengajari anak secara langsung, seolah-olah kebaikan itu datang dari diri makhluk seperti diri mereka dan guru-guru mereka saja. Sementara terlalaikan untuk menghiba kepada Allah Ta’ala, sebaik-baik Dzat yang bisa mendidik dengan cara-Nya sendiri. Bukan hanya menghiba dimulut belaka, generasi terdahulu menambah amalannya, dan ‘mengaitkan’ amal sholeh tersebut sebagai washilah tidak langsung dalam mendidik anaknya. Sa’id bin Al-Musayyib, seorang tabi’in, berkata kepada anaknya:

لَأَزِيدَنَّ فِي صَلَاتِي مِنْ أَجْلِكَ، رَجَاءَ أَنْ أُحْفَظَ فِيكَ

“Sungguh aku menambah shalat (sunnah) ku karena engkau, berharap dirimu akan dijaga Allah (disebabkan amal yang kulakukan).”

Oleh sebab itu, jangan lupakan anak dan dzuriyat kita saat beramal shaleh, ‘sertakan’ mereka saat kita berdakwah, muthala’ah, halaqah, mengaji, shalat, puasa, safar, dan berbagai amal shaleh lainnya, ya, tinggal menyangkutkan mereka dalam bathin kita saja, menghiba kepada Allah agar Dia berkenan menjaga mereka. 

 Tentu tidak cukup itu saja, perlu dibarengi aktivitas langsung yang juga ‘membumi’; yakni mendidik secara langsung. Bukan hanya anak dan dzuriyat, siapa saja yang kita inginkan kebaikan atasnya bisa kita perlakukan sama.

Allâhu A’lam.

Jazakalloh Akhi Taufik NT