Filosofi menyetir mobil, diibaratkan dengan mengayuh bahtera rumah tangga. Perlu kesiapan fisik, psikis, dan modal perjalanan. Ini sebuah postingan sederhana saja, mengungkap hal kecil, semoga bermanfaat.
Sehabis acara sanroh di SMPN 1 Mande, lanjut agenda berikutnya, silah ukhuwwah ke Cibeber. Melakukan perjalanan ini bukan pertama kali tentunya, dengan tujuan yang berbeda pula. Maka, akumulasi pengalaman ini sedikitnya memberikan satu simpulan makna, filosofi menyetir mobil.
Seorang yang mengendarai kendaraan, mobil misalnya, sebelum berangkat tentu akan memeriksa semua perlengkapan yang diperlukan, memeriksa kondisi kendaraan, agar dalam perjalanan tak menemui kendala dan hambatan, selain kesiapan fisik dirinya, jangan sampai ngantuk ketika mengendarai.
Seperti itu pula seorang lelaki yang hendak menjalankan kehidupan barunya, bertambah peran dari hanya seorang "lelaki" menjadi seorang suami. Perlu menyiapkan segala bekal untuk menjalaninya, bekal ilmu, bekal fisik, dan bekal harta. Sebab tugas yang diemban sebagai suami, adalah tugas yang amat berat. Memenuhi tuntutan Allah, "Quu anfusakum wa ahliikum naaron". Layaknya sopir, yang mengendarai mobil membawa siapapun yang ikut menumpang menuju suatu tujuan. Dan tentu dengan segala kehati-hatian agar selamat sampai tujuan.
Tak hanya kesiapan segala halnya di sisi sopir, kelancaran dan keselamatan perjalanan ditentukan juga dengan dukungan kondisi mobil itu sendiri. Kokohnya kaki-kaki, cukup angin pada ban, mapannya fungsi rem gas kopling, berfungsinya lampu-lampu, dan lain-lain.
Identik dengan sebuah rumah tangga. Keberlangsungannya tidak hanya ditentukan oleh qowwam-nya, namun juga harus sinergi dengan seluruh anggota keluarga. Tentu ini buah didikan dan arahan sang suami. Ketika semua bervisi sama, melangkah dengan bekal ilmu, maka sebuah rumah tangga akan memiliki ketahanan prima dalam menghadapi aneka tantangan dan hambatan.
Filosofi Menyetir Mobil
Di samping itu, menyetir mobil memiliki prasyarat yang identik dengan menjalani rumah tangga
1. Fokus ke depan, sesekali melihat ke lampu spion untuk melihat ke belakang
Seva dot id |
Sebagaimana ketika menyetir mobil, fokus ke arah depan adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Begitu juga dalam mengarungi bahtera rumah tangga, semua anggota keluarga memfokuskan diri ke visi misi yang ingin dicapai bersama, adalah sebuah keharusan. Sesekali melihat kembali ke masa lalu, hanya dalam rangka memperbaiki sesuatu yang kurang tepat, tidak lebih.
2. Menginjak gas, menginjak rem, di waktu dan kapasitas yang pas
Otosia dot com |
Seorang sopir dituntut untuk piawai dalam mengatur ritme antara menginjak rem, kupling, dan juga gas. Harus tahu saat yang tepat menginjak piranti-piranti tersebut. Bahkan dalam menginjak rem atau gas, diatur sedemikian rupa sehingga penumpang merasa nyaman.
Begitupun dalam kehidupan berumah tangga, seorang pemimpin harus piawai dalam mengatur sikap dirinya kepada anggota keluarga. Ada waktunya tegas, ada waktunya bisa sedikit bermanja, dan lain-lain. Semua itu dilakukan agar anggota keluarga merasa nyaman, merasa aman.
3. Menyalakan lampu sein kanan atau kiri, lampu mundur, di waktu yang pas
Cintamobil dot com |
Pada hakikatnya, penyalaan lampu-lampu di mobil, adalah salah satu cara "komunikasi" pengendara dengan pengendara lainnya. Misal, ketika hendak belok kanan, maka dinyalakan lampu sein kanan. Ini untuk memberitahu pengemudi di depan maupun di belakang, bahwa mobil kita akan belok ke kanan.
Begitu juga dalam rumah tangga. Komunikasi antar anggota keluarga mutlak dilakukan. Banyak hal yang harus dikomunikasikan. Ketika komunikasi lancar, maka segala permasalahan relatif lebih gampang diselesaikan.
Begitulah sahabat, beberapa filosofi yang saya gali dari aktivitas menyetir kendaraan. Semoga menjadi bahan perenungan kita di dalam menjalani rumah tangga, juga dalan aktivitas lainnya.
Semoga bermanfaat❤