Blogger Jateng

Asyiknya Menjadi Ibu Rumah Tangga


Anda seorang ibu rumah tangga, haus akan ilmu, dan pecinta literasi? Dan apakah anda juga seorang istri yang ingin berkarir menjadi ibu rumah tangga, yang memang secara kodrati itulah peran sesungguhnya dirimu? Ada dua buku yang insya Allah akan menjadi referensi empiris bagi Anda dalam membangun rumah tangga dan dakwah Islam pada umumnya.

Dua buku yang insya Allah menambah pemahaman kita tentang posisi wanita dalam Islam, bagaimana perannya sebagai manajer rumah tangga, dan bagaimana juga ia menjalankan kewajiban lain, yakni dakwah. 

Antologi Ngaji Islam Kaffah
Oleh Hana Annisa Afriliani

Apa cita-citamu? Sebagian besar menjawab, dokter, perawat, pilot, pramugari, atau guru. Hampir dipastikan tidak ada yang bercita-cita menjadi ibu rumah tangga. Mengapa? Nggak bergengsi. Lebih sadis lagi, ibu rumah tangga dibilang cuma jadi beban suami.

Saya adalah seorang ibu rumah tangga. Ini pilihan, bukan takdir. Sebab jika mau bekerja, sesungguhnya saat lulus kuliah begitu banyak tawaran mengajar. Apalagi saya adalah lulusan kampus ternama dan memiliki IPK cumlaude. Tapi tak ada satu pun tawaran tersebut saya terima.

Saya memilih mengajar anak-anak saya di rumah. Terlalu berharga masa-masa golden age mereka untuk dilewatkan. Beruntung saya memiliki suami yang tidak pernah menyuruh saya bekerja, sebaliknya dia menyuruh saya di rumah menjaga anak-anak.

“Emang ga bosen di rumah terus?” kata seorang teman yang wanita karier. Saya jawab tidak, malahan sangat menyenangkan. “Terus ga bisa beli apa-apa dong karena bergantung uang dari suami?” tanyanya lagi. Eeh, siapa bilang. Bisa banget malah. Gimana caranya?

Ceritanya ada di buku Antologi Ngaji Islam Kaffah nih...karya Hana Annisa Afriliani dkk

Deadlineku
Oleh Asri Supatmiati

Analogi tentang definisi jilbab vs khimar dengan kebaya vs sarung itu bagiku sangat mengena. Benak orang Indonesia sangat mafhum, sarung itu apa dan kebaya itu apa. ¨Sama halnya dengan orang Arab tempat diturunkannya perintah jilbab dan khimar, mafhum betul perbedaannya,¨ masih terngiang-ngiang kata-kata Mbak Inas.

Batinku bergolak. Bukan semata karena ini benar-benar pemahaman “aneh”, tapi bagaimana dengan nasib tiga setel baju panjangku yang baru kubeli dengan susah payah itu? Duh! Dadaku sesak oleh sebuah penyesalan. Kalau tahu jilbab itu gamis, dari kemarin-kemarin aku beli gamis saja. Kembali aku merasa¨telanjang.” Kembali pula aku membuat deadline: berjilbab sebelum naik tingkat dua. The true jilbab.

Terbayang jilbab-jilbab Mbak Inas, pembinaku yang berkulit putih itu. Keren-keren, cantik dan elegan. Ada yang polos, ada yang berbunga-bunga. Modelnya tidak monoton dan full colour. Pokoknya layak dicontek deh. Hmmm...kira-kira mahal nggak ya? Aku menciut. Sepertinya keuanganku tak akan mampu mewujudkan itu.

Akhirnya kalau membuat jilbab, aku jahit pakai tangan. Ya, benar-benar menjahit tangan. Tapi, teknik menjahitku ¨pulang-pergi¨ hehe... Maksudnya, aku menjahit tangan dari ujung A ke ujung B, nah kalau sudah sampai ujung B, kujahit lagi balik ke ujung A sehingga hasil jahitannya mirip seperti jahitan mesin. Demi menghindari cibiran atau malah tertawaan teman-teman kos, aku mencuri-curi waktu menjahitnya. Kukerjakan saat teman kos tidak di rumah dan aku sendiri saja di kamar. Bahkan kadang terpaksa kujahit tatkala malam.

Lengkapnya, di buku Antologi The True Hijab karya Asri Supatmiati dkk*

Sahabat ukhtinews, dua buku ini adalah karya sahabat-sahabat kami yang sama-sama "ngaji", berdakwah melalui lisan dan tulisan. Jika berminat, klik link di bawah ini. 

Fast respon :

http://bit.ly/2IjHMqw_WA