Hari-hari ini kita menyaksikan dan membaca banyak kabar tentang "murah"nya harga nyawa manusia. Penghilangan nyawa, baik oleh perseorangan atas inisiatif sendiri, maupun by design oleh kekuatan yang besar, lumrah dilakukan. Betapa nyawa itu tidak berharga bagi mereka. Padahal Islam berlaku sebaliknya, membunuh satu nyawa bukan karena alasan syar'i, seperti membunuh seluruh manusia. Ini menggambarkan betapa berharganya nyawa manusia dalam pandangan Islam. Dan kewajiban ini tertumpu kepada pemimpin yang dengan otoritasnya, seharusnya menjaga setiap nyawa.
Pada Bab Fitnah dalam al-Jami' al-Tirmidzi disebutkan sebuah hadits (No. 2159) sbb:
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ لِلنَّاسِ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ عَلَى وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ أَلَا وَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي بِلَادِكُمْ هَذِهِ أَبَدًا وَلَكِنْ سَتَكُونُ لَهُ طَاعَةٌ فِيمَا تَحْتَقِرُونَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَسَيَرْضَى بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Hannad; telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Syabib bin Gharqadah dari Sulaiman bin 'Amr bin al-Ahwash dari bapaknya, dia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada': "Hari apakah ini?" Mereka pun menjawab, "Hari haji akbar." Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram (untuk dirusak) di antara kalian sebagaimana haramnya (sucinya) hari ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, janganlah seseorang berbuat aniaya kecuali kepada dirinya sendiri, janganlah seseorang berbuat aniaya kepada anaknya dan jangan juga seorang anak kepada orang tuanya. Ketahuilah, sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di negeri kalian ini selamanya, namun akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal perbuatan yang kalian remehkan sehingga dia akan ridha kepadanya."
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي بَكْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَجَابِرٍ وَحِذْيَمِ بْنِ عَمْرٍو السَّعْدِيِّ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرَوَى زَائِدَةُ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ نَحْوَهُ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ
Abu Isa (al-Tirmidzi) berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bakrah, Ibnu Abbas, Jabir dan Hidzyam bin Amr al-Sa'di, dan hadits ini hasan shahih. Za'idah telah meriwayatkan hadits yang semakna dari Syabib bin Gharqadah, dan kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syabib bin Gharqadah.
Pada catatan kritik sanad (naqd al-sanad), ada beberapa hal yang menarik, diantaranya: adanya syawahid pada kesendirian riwayat di atas (imam Tirmidzi menyebutkan 4 Shahabat lainnya), madar isnadnya ada pada Syabib bin Gharqadah, sanadnya muttashil (mu'asharah, liqa' dan sama') dan semua rawinya maqbul dengan beragam penilaian ta'dil dari para ulama jarh wa ta'dil.
Pada catatan kritik matan (naqd al-matn), semua jalur baik mutabi' maupun syawahidnya menunjukkan makna yang sama. Hadits tsb terkategori muhkam, bukan mukhtalif, karena tidak ada kontradiksi pada matannya.
Imam Tirmidzi menilai hadits ini Hasan Shahih.
Perlindungan terhadap darah, nyawa dan kehormatan kaum muslimin ini disampaikan oleh Nabi sebanyak 3 kali di momen Haji Wada', yakni pada Hari Arafah, Hari Raya dan Hari Tasyrik. Ditinjau dari seluruh riwayat terkait Khuthbah Haji Wada', maka pesan Nabi dalam momen itu adalah pesan politik. Alasanya karena Rasulullah berbicara dalam konteks kepemimpinan, ketaatan dan dan perlindungan umat.
Hal menarik lainnya dari sisi penjelasan hadits ini adalah secara mafhum, bahwa pemimpin wajib melindungi darah, harta, dan kehormatan umat Islam. Kepemimpinan semacam ini yang disebutkan oleh Nabi dalam hadits lain sebagai "junnah" atau perisai. Tanpa imam, umat Islam tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatanya.
Kaitannya dengan zaman fitnah, inilah yang akan terjadi pada era fitnah, dimana tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatan. Oleh karenanya harus ada imam sebagai perisai.
Membahas masalah ini, ada baiknya kita membaca hingga tuntas kajian dari Ajengan Yuana Ryan Tresna berikut ini.
Illustrasi: jembermu |
Pada Bab Fitnah dalam al-Jami' al-Tirmidzi disebutkan sebuah hadits (No. 2159) sbb:
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ لِلنَّاسِ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ عَلَى وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ أَلَا وَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي بِلَادِكُمْ هَذِهِ أَبَدًا وَلَكِنْ سَتَكُونُ لَهُ طَاعَةٌ فِيمَا تَحْتَقِرُونَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَسَيَرْضَى بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Hannad; telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Syabib bin Gharqadah dari Sulaiman bin 'Amr bin al-Ahwash dari bapaknya, dia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada': "Hari apakah ini?" Mereka pun menjawab, "Hari haji akbar." Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram (untuk dirusak) di antara kalian sebagaimana haramnya (sucinya) hari ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, janganlah seseorang berbuat aniaya kecuali kepada dirinya sendiri, janganlah seseorang berbuat aniaya kepada anaknya dan jangan juga seorang anak kepada orang tuanya. Ketahuilah, sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di negeri kalian ini selamanya, namun akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal perbuatan yang kalian remehkan sehingga dia akan ridha kepadanya."
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي بَكْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَجَابِرٍ وَحِذْيَمِ بْنِ عَمْرٍو السَّعْدِيِّ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرَوَى زَائِدَةُ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ نَحْوَهُ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ
Abu Isa (al-Tirmidzi) berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bakrah, Ibnu Abbas, Jabir dan Hidzyam bin Amr al-Sa'di, dan hadits ini hasan shahih. Za'idah telah meriwayatkan hadits yang semakna dari Syabib bin Gharqadah, dan kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syabib bin Gharqadah.
Pada catatan kritik sanad (naqd al-sanad), ada beberapa hal yang menarik, diantaranya: adanya syawahid pada kesendirian riwayat di atas (imam Tirmidzi menyebutkan 4 Shahabat lainnya), madar isnadnya ada pada Syabib bin Gharqadah, sanadnya muttashil (mu'asharah, liqa' dan sama') dan semua rawinya maqbul dengan beragam penilaian ta'dil dari para ulama jarh wa ta'dil.
Pada catatan kritik matan (naqd al-matn), semua jalur baik mutabi' maupun syawahidnya menunjukkan makna yang sama. Hadits tsb terkategori muhkam, bukan mukhtalif, karena tidak ada kontradiksi pada matannya.
Imam Tirmidzi menilai hadits ini Hasan Shahih.
Perlindungan terhadap darah, nyawa dan kehormatan kaum muslimin ini disampaikan oleh Nabi sebanyak 3 kali di momen Haji Wada', yakni pada Hari Arafah, Hari Raya dan Hari Tasyrik. Ditinjau dari seluruh riwayat terkait Khuthbah Haji Wada', maka pesan Nabi dalam momen itu adalah pesan politik. Alasanya karena Rasulullah berbicara dalam konteks kepemimpinan, ketaatan dan dan perlindungan umat.
Hal menarik lainnya dari sisi penjelasan hadits ini adalah secara mafhum, bahwa pemimpin wajib melindungi darah, harta, dan kehormatan umat Islam. Kepemimpinan semacam ini yang disebutkan oleh Nabi dalam hadits lain sebagai "junnah" atau perisai. Tanpa imam, umat Islam tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatanya.
Kaitannya dengan zaman fitnah, inilah yang akan terjadi pada era fitnah, dimana tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatan. Oleh karenanya harus ada imam sebagai perisai.