Ikut berbahagia, dengan pernikahan adik kami, Siti Mariyam dan Iwan Hermawan hari ini. Pernikahan ini menjadi pintu menghalalkan sesuatu yang tadinya haram, menjadi pintu melahirkan para generasi pelanjut perjuangan Islam. Semoga senantiasa ada dalam keridhoan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Aamiin.
Bila sebab kita bergerak adalah lari dari sesuatu, itu yang paling rendah. Bila sebab kita bergerak adalah lari menuju pada sesuatu, itu yang paling tinggi
Karena lari dari sesuatu tak harus paham tujuan, sedang lari menuju sesuatu mengharuskan kita memahami tujuan, tahu jalannya, tahu bagaimana menjalaninya
Karena hidup itu adalah perjalanan, maka pernikahan adalah bagian dari perjalanan itu, bahkan mungkin bagian terpanjang yang harus kita benar-benar memperhatikan
Sayangnya, banyak diantara kita yang menikah sebab lari dari sesuatu, bukan lari menuju sesuatu. Lelah dibully, capek ditanya kapan kawin? Kapan kawin?
Atau sekedar terpengaruh budaya instan, ingin serba cepat, dengan bayangan-bayangan yang tak realistis tentang nikah, halusinasi bahwa pernikahan itu sejenis drama korea
Dulu, asatidz saya menyampaikan bahwa nikah itu bukan tujuan, tapi kendaraan yang bisa membuat kita lebih cepat untuk mencapai tujuan yang kita inginkan
Namanya kendaraan, harusnya mempermudah perjalanan. Hanya saja kebanyakan manusia lupa, malah sibuk dengan kendaraannya, lalu lupa bahwa dia punya tujuan
Dan hari ini menjadi sebuah awalan, yang kita akan saksikan. Pernikahan sederhana ini menjadi titik mula, tentang satu lagi pernikahan, semoga lurus di awal, di tengah, dan di akhir perjalanan.
Barakallahu laka, wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair..
Catatan Kecil tentan Pernikahan
Untuk kalian berdua khususnya, dan juga pengingat bagi diri, ini sebuah catatan sederhana dari seorang pengemban dakwah. Catatan sederhana makna dan pemahaman tentang arah pernikahan.
Bagi yang baru menjalani pernikahan maupun yang sudah sekian lama menjalaninya, mungkin catatan ini bisa menjadi "penyegar" semangat merajut jalinan "mitsaqon gholidho" yang seharusnya tercipta dari pintu pernikahan.
Baik sahabat, kita mulai saja ceritanya....
Bila sebab kita bergerak adalah lari dari sesuatu, itu yang paling rendah. Bila sebab kita bergerak adalah lari menuju pada sesuatu, itu yang paling tinggi
Karena lari dari sesuatu tak harus paham tujuan, sedang lari menuju sesuatu mengharuskan kita memahami tujuan, tahu jalannya, tahu bagaimana menjalaninya
Karena hidup itu adalah perjalanan, maka pernikahan adalah bagian dari perjalanan itu, bahkan mungkin bagian terpanjang yang harus kita benar-benar memperhatikan
Sayangnya, banyak diantara kita yang menikah sebab lari dari sesuatu, bukan lari menuju sesuatu. Lelah dibully, capek ditanya kapan kawin? Kapan kawin?
Atau sekedar terpengaruh budaya instan, ingin serba cepat, dengan bayangan-bayangan yang tak realistis tentang nikah, halusinasi bahwa pernikahan itu sejenis drama korea
Dulu, asatidz saya menyampaikan bahwa nikah itu bukan tujuan, tapi kendaraan yang bisa membuat kita lebih cepat untuk mencapai tujuan yang kita inginkan
Namanya kendaraan, harusnya mempermudah perjalanan. Hanya saja kebanyakan manusia lupa, malah sibuk dengan kendaraannya, lalu lupa bahwa dia punya tujuan
Dan hari ini menjadi sebuah awalan, yang kita akan saksikan. Pernikahan sederhana ini menjadi titik mula, tentang satu lagi pernikahan, semoga lurus di awal, di tengah, dan di akhir perjalanan.
Tambahan Cerita, tentang Kedudukan Lelaki dan Wanita dalam Rumah Tangga
Bukan dari kepala dia dicipta, agar tak merasa lebih dari lelaki. Bukan pula dari kaki dia dibuat, agar tak dianggap rendah oleh lelaki. Tapi dari rusuk ia berasal agar setara dengan lelaki
Lelaki dilebihkan dalam hal-hal tertentu, sebagaimana wanita pun dilebihkan dalam hal-hal tertentu. Namun dalam penyembahan kepada Allah keduanya sama-sama saja
Lelaki diberikan amanah tambahan dalam kepemimpinannya bagi wanita, bukan menandakan dia lebih tinggi nilainya, hanya pembagian tugas yang Allah berikan semata
Ibarat lelaki itu kepala negara, maka wanita adalah kepala pemerintahan. Lelaki yang menentukan kebijakan, pasti perlu wanita yang menerapkan teknisnya, mengeksekusinya
Maka Islam tak pernah menganggap wanita lebih rendah dari lelaki, bilapun ada perbedaan fungsi, itu lebih kepada fitrah yang Allah tugaskan pada masing-masing saja
Bila lelaki punya kekuatan dalam ketegasan, maka kelembutan wanita adalah kekuatannya. Bila lelaki mudah untuk memutuskan, maka kekuatan wanita adalah pertimbangannya
Begitulah rumah tangga dibangun, yakni ketika lelaki dan wanita sama-sama memahami fitrah yang Allah berikan, lalu ikhlas berjuang di dalam keahlian yang Allah titipkan
Takkan merasa tenang wanita tanpa kehadiran lelaki, sebaliknya pun juga begitu. Maka Allah pasang-pasangkan mereka untuk mencapai tujuan penciptaannya, yakni ibadah
Maka bila engkau suami, janganlah engkau pandang istrimu sebagai pelayanmu, melainkan engkaulah pelayannya. Bila engkau istri, maka layani suamimu sebaik-baiknya
Itulah sebab dalam Islam, Allah menuntut suami untuk menjadi yang paling baik bagi istrinya, dan bagi istri jadilah setunduk mungkin pada suaminya, bukan sebaliknya
Rumah tangga akan aman bila suami mengambil dalil baginya, dan istri mengambil dalil baginya. Bukan menuntut yang lain tapi menuntut diri sendiri untuk taat dulu pada Allah
Bila Allah menjadi penengah, bila Allah jadi standar, maka istrimu adalah kedamaian bagimu, maka suamimu adalah ketenangan bagimu. Dan rayakanlah cinta dalam pernikahan ☺️☺️☺️
Doa Kami
Barakallahu laka, wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair..