Blogger Jateng

Sebagaimana Kehidupan, Kematian Pun Kita Mohonkan yang Terbaik, Obituari Kang Mulyana Bin Soebandi


Sudah seringkali ta'ziyah kepada yang wafat, sekedar mendo'akan bahkan ikut sampai menguburkannya. Selalu menyisakan cerita dan pelajaran, juga nasehat. Seperti hari ini, ta'ziyah kepada saudara di Komplek Arcamanik Endah Bandung, juga memiliki cerita tersendiri, yang sayang jika luput untuk tidak dituliskan.

Almarhum, Kang Mulyana bin Sobandi, pernah bertemu terakhir kali ketika sama-sama mengantar pernikahan saudara di Samarang Garut. 

Datang ke Bandung, ke rumah almarhum, sambil menunggu kedatangan keluarga dari tempat pemakaman di Cibiru, ngobrol dengan para tetangga selama kurang lebih satu jam.

Masya Allah, banyak kesan positif tentang almarhum selama kebersamaannya selama dua tahun di komplek perumahan tersebut.

Almarhum, kata para tetangga, adalah pribadi yang ramah, rajin berjamaah di mesjid. Care dengan tetangga, dan kebersihan lingkungan. Juga bertanggung jawab terhadap keluarga. Dua anak, selain istri, yang harus rela melepasnya ke alam baqa.

Wafat begitu cepat, hanya dalam waktu sekitar setengah jam dari kedatangannya ke rumah sakit, setelah sebelumnya bercengkrama seperti biasa, adalah sebuah kondisi yang menyesakkan bagi keluarga yang ditinggalkan, namun tetap harus direlakan.

Kehidupan terbaik, juga kematian terbaik

Siapapun akan mengharapkan kehidupan terbaik. Karir yang melesat dan tinggi, harta yang banyak dan barokah, pasangan yang menyejukkan pandangan, anak-anak yang soleh solehah penuh kebaktian, dan hidup di lingkungan yang bertabur kebaikan.

Itulah kondisi ideal yang senantiasa dimohonkan oleh setiap muslim, kehidupan terbaik, fiddunya hasanah.

Maka muslim dengan panduan syariat, akan selalu menjemput rizki yang halal, hanya yang halal. Mencari pasangan dan mencintainya berlandaskan kecintaan kepada Allah, dan mendidik anak dengan penuh perhatian dalam batasan syariat.

Bagaimana dengan kematian? Setiap muslim pun senantiasa memohonkan akhir hayat yang terbaik, kematian yang husnul khotimah. Maka, selain ia berdoa untuk beroleh kematian terbaik, kematian yang husnul khotimah, ia pun menjalankan segala ketaatan kepada Robb-Nya, berbuat baik kepada sesama, dan menunaikan segala kewajiban yang mampu ia lakukan.

Maka, dengan itu semua, tak hanya harapan tentang kehidupan dan kematian terbaik yang ia mohonkan, namun juga terealisasi dalam amal perbuatan.

Mengingati obrolan-obrolan dengan para tetangga, bincang dengan keluarga, semoga saja, almarhum Kang Mulyana bin Soebandi, memenuhi kriteria kematian terbaik, beroleh husnul khotimah, dan ada dalam rahmat Allah subhanahu wa ta'ala.

Sejumput Pelajaran

Ta'ziyah kali ini memunculkan sejumlah pelajaran bagiku, setidaknya. Beberapa di antaranya adalah:

1. Kematian tak bisa dimajukan atau diakhirkan. Ini membutuhkan kesiapan kita menghadapinya, menghadapi proses kematian dan perjalanan panjang setelahnya.

2. Kenangan terbaik dari yang wafat, memunculkan doa-doa tulus dari yang ditinggalkan, penuh keikhlasan.

3. Keyakinan bahwa Allah lah satu-satunya pemberi rizki. Rizki tak kan hilang seiring sang suami atau ayah berpulang, karena Allah lah sang pemberi rizki bagi makhluk-Nya. Allah punya cara tersendiri untuk mengayomi ciptaan-Nya, asal manusia menjalankan ketaatan kepada-Nya.

Layaknya kematian seseorang adalah nasehat terbaik, maka wafatnya saudara kami ini pun menjadi satu nasehat kembali. Bahwa, kematian adalah keniscayaan yang akan dihadapi setiap kita yang bernyawa, bahkan semua makhluk yang melata.

Tak seperti kaum yang tak meyakini, kita sebagai muslim akan memahami bahwa kematian adalah satu-satunya pintu untuk menjalani kehidupan abadi, dan kita berharap, surgalah tempat kita kembali.

Semoga Allah merahmatimu, Kang Mulyana....